BPJPH Kemenag Jelaskan Soal Nama Produk Halal: Tuyul, Tuak, Beer dan Wine

Nasional629 Views

RBNnews.co.id, Jakarta – Terkait video viral yang memperlihatkan produk dengan nama “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine” yang mendapatkan sertifikat halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama memberikan klarifikasi.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menegaskan bahwa masalah ini terletak pada penamaan produk, bukan pada kehalalan produk itu sendiri.

“Masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku,” jelas Mamat, Selasa (1-10).

Mamat menjelaskan bahwa penamaan produk halal diatur dalam SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020. Aturan tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan sertifikasi halal untuk produk dengan nama yang bertentangan dengan syariat Islam atau etika dan kepatutan.

Namun, Mamat mengakui bahwa masih ada produk dengan nama-nama tersebut yang mendapatkan sertifikat halal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendapat di antara para ulama terkait penamaan produk.

Data BPJPH menunjukkan bahwa ada 61 produk dengan nama “wine” yang mendapat sertifikat halal berdasarkan Komisi Fatwa MUI, dan 53 produk berdasarkan Komite Fatwa. Untuk produk dengan nama “beer”, terdapat 8 produk yang mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI dan 14 produk dari Komite Fatwa.

“Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH, dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain,” jelas Mamat.

Mamat menekankan bahwa perbedaan pendapat di antara ulama hanya sebatas pada penggunaan nama, bukan pada aspek kehalalan zat dan proses pembuatan produk.

“Kondisi ini, menurut Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal yang berdasarkan perintah Undang-undang pelaksanaannya dilakukan oleh ekosistem layanan yang luas dan melibatkan banyak aktor,” ujar Dzikro.

BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan menyamakan persepsi agar tidak terjadi kegaduhan di tengah masyarakat.

“Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya,” tegas Dzikro.

BPJPH juga mengingatkan kembali tentang kewajiban sertifikasi halal tahap pertama yang akan berlaku setelah 17 Oktober 2024, khususnya untuk produk makanan dan minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.

“Alangkah baiknya, saat ini energi seluruh stakeholder Jaminan Produk Halal bersama masyarakat dan pelaku usaha digunakan untuk menyukseskan kewajiban sertifikat halal yang sudah semakin dekat,” pungkas Dzikro. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *